pandangan ki hajar dewantara tentang pendidikan dan Penerapan model belajar Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran IPA di SD

Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara kedewasaan bisa diartikan sebagai kesempurnaan hidup yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang selaras dengan alamnya dan masyarakat. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan secara umum sebagai daya upaya untuk mewujudkan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan jasmani anak, menuju ke arah masa depan yang lebih baik.
Kedewasaan akan tercapai pada akhir windu ketiga, yaitu tercapainya kesempurnaan hidup selaras dengan alam anak dan masyarakat. Jadi dapat diartikan bahwa pendidikan terutama berlangsung sejak anak lahir hingga anak berusia sekitar 24 tahun.
“Ki Hajar menyetujui teori Konvergensi, dimana perkembangan manusia itu ditentukan oleh dasar (nature) dan ajar (nurture). Anak yang baru lahir diibaratkan kertas putih yang sudah ada tulisannya, tetapi belum jelas”, (Suwarno, 1995: 30).
Selanjutnya Ki Hajar juga berpendapat bahwa perkembangan anak didik mulai dari lahir hinga dewasa dibagi atas fase-fase sebagai berikut: (1) Jaman Wiraga (0-8 th) merupakan periode yang amat penting bagi perkembangan badan dan panca indra. (2) Jaman Wicipta (8-16 th) merupakan masa perkembangan untuk daya-daya jiwa terutama pikiran anak, dan (3) Jaman wirama (16-24 th): masa untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat di mana anak mengambil bagian sesuai dengan cita-cita hidupnya.
Selain itu ajaran beliau yang tidak kalah penting adalah yang dikenak sebagai sistem among, yang antara lain berbunyi:

1. Ing ngarso sung tulodho:
Artinya sebagai pemimpin apabila sedang di depan harus dapat memberi contoh yang baik, yang meliputi kebaikan budi pekertinya, kepandaiannya, dan keterampilannya.
2. Ing madyo mangun karso:
Artinya sebagai pemimpin apabila sedang berada di tengah harus dapat membangun, bergotong royong bersama dengan orang-orang yang dipimpinnya. Tidak hanya bisa memerintah, namun juga harus dapat dan mau “tandang gawe”, yaitu diperintah oleh kemauannya sendiri.
1.                                 3.   Tut wuri Handayani:
Artinya sebagai pemimpin apabila sedang berada di belakang harus dapat mendorong dan memberi semangat (nyurung karep) kepada semua teman-temannya.
           
Menurut Ki Hajar rasa cinta, rasa bersatu, perasaan serta keadaan jiwa pada umumnya, sangat bermanfaat untuk berlangsungnya suatu proses pendidikan.
·           Penerapan model belajar Ki Hajar Dewantar dalam pembelajaran IPA di SD
Dalam penerapannya dalam proses pembelajaran di kelas, Ki Hajar Dewantara mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan konsepnya ya itu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa,  dan Tut Wuri Handayani.
Model ini pada prinsipnya memberikan teladan, membuat atau menciptakan siswa untuk lebih kreatif, dan memberikan dorongan serta arahan untuk kemajuan belajar.
 Peranan guru dalam pembelajaran ini bukanlah sebagai seorang yang harus selalu berada di depan untuk  menjelaskan tetapi juga berada di tengah untuk menciptakan siswa lebih kreatif dan membrikan dorongan serta arahan untuk siswa bisa mengetahui informasi secara sendiri tanpa menunggu penjelasan dari guru.


Sumber:http://forum.viva.co.id/indeks/threads/jasa-ki-hajar-dewantara-bagi-pendidikan-indonesia.874970/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANJI LARAS

Teori Belajar Bruner